Mereka juga mengirim berbagai sesaji yang ditujukan kepada para leluhur dan arwah para korban meninggal yang mencapai ratusan nyawa agar bisa damai saat menuju surga.
Usai menggelar sembahyang dan doa bersama, mereka langsung melanjutkan dengan ritual pembakaran sesaji. Dalam ritual tersebut, berbagai sesembahan diletakkan oleh masing-masing keluarga leluhur, seperti baju dan uang-uangan yang menjadi kesukaan para arwah. Semuanya diletakkan dalam satu wadah berbentuk kapal raksasa yang terbuat dari kertas dan diberi percikkan air suci sebelum kemudian dibakar. "Kapal hanya sebagai alat agar sesaji ini tidak berantakan, sekaligus untuk alat transportasi agar sesaji tersebut bisa menyeberang ke alam arwah," katanya.
Banthe menambahkan, ritual ulambana digelar setiap bulan tujuh tanggal 15 penanggalan imlek. Ritual ini merupakan tradisi budaya yang tidak bisa ditinggalkan. "Ritual ulambana ini sama seperti tradisi suroan bagi orang jawa, harapannya tentang doa-doa kebaikan," ucapnya.
Sementara itu, menanggapi konflik di Myanmar, Banthe Vir tidak percaya tentang keterlibatan bhiksu dan petinggi umat Buddha yang melakukan pembantaian terhadap etnis Rohingya. Bahkan dia menuding ada anggota teroris yang sengaja mengadu domba dalam insiden tersebut. "Kita malah mencurigai, apakah itu benar-benar bhiksu atau teroris yang pakai jubah. Padahal bhiksu itu diajarkan semut saja nggak boleh dibunuh, masak orang dibunuh," ujarnya.
Pihaknya berharap, semua umat bisa memahami nilai kemanusiaan dan ajaran agama masing-masing. Sebab, tidak ada agama apapun yang mengajarkan pembantaian dan kekerasan. "Semoga semuanya segera berakhir, karena jika manusia sudah mati, Tuhan tidak bertanya apa agamamu, tapi apa manfaat dan amalku ke sesama," katanya, Agen Domino.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments